WahanaNews - Labuhanbatu | Penipuan dengan modus menjadi Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (P3K) diduga terjadi di SMA Negeri 2 Bilah Hilir, Kecamatan Bilah Hilir, Kabupaten Labuhanbatu, Sumatera Utara.
Sejumlah guru honorer di sekolah itu mengaku menjadi korban oleh kepala sekolah (Kepsek) nya sendiri. Pernyataan tersebut disampaikan oleh para korban yang tidak ingin namanya ditulis.
Baca Juga:
Fenomena E-commerce: Nilai Transaksi Fantastis, tapi Ribuan Kasus Penipuan Mengintai
Mereka diiming-imingi bisa mengikuti seleksi masuk program P3K, dengan syarat harus melalui rekomendasi kepala sekolah dimana mereka mengajar.
Meski telah merogoh kocek sebesar Rp35 juta, namun mereka tidak kunjung mengikuti seleksi P3K. Sadar jadi korban penipuan, mereka meminta agar uangnya dikembalikan.
"Awalnya kami dimintai uang Rp10 juta per orangnya. Beberapa saat kemudian pada bulan November 2022 kami dimintai lagi Rp 25 juta. Namun sampai saat ini tak satu orang pun yang mengikuti P3K," sebut salah seorang korban didampingi rekannya.
Baca Juga:
Reza Artamevia Dilaporkan ke Polisi Terkait Dugaan Penipuan Bisnis Berlian
Mereka bersedia untuk membuat surat pernyataan bahwasanya benar telah menjadi korban dugaan penipuan yang dilakukan Kepala Sekolah.
" Kami siap buat surat pernyataan bang. Penyerahan uang ada yang transfer ada juga langsung melalui suami ibu itu (Kepsek) " sebut mereka.
Terpisah, Kepala Sekolah SMA Negeri 2 Bilah Hilir Sri Adhawati S.Pd saat dikonfirmasi, mengaku tidak pernah meminta uang tersebut dan bertanya dari mana awak media mendapatkan informasi pengutipan puluhan juta uang itu.
" Tidak benar Pak. Info dari mana ya. Maaf Pk saya tidak perna memintai uang. Saya tidak tau, bole saya tau dari bpk siapa guru yg saya mintai uang, Karna saya tidak perna mintai uang " jawab Sri melalui pesan elektronik, Jumat (20/01/2023).
Untuk diketahui P3K adalah program bagi guru honorer yang diangkat oleh pemerintah sebagai ASN namun bukan PNS.
Informasi dihimpun, Kepala Sekolah SMA Negeri 2 Bilah Hilir Sri Adhawati S.Pd itu dituding pernah melakukan penamparan terhadap puluhan siswa, dengan alasan tidak lengkap menggunakan atribut sekolah.
Peristiwa sekitar bulan Maret 2020 lalu itu memancing emosional para orang tua murid, namun berujung damai. [hab]