WAHANANEWS - Labuhanbatu l Dalam upaya meningkatkan kualitas layanan bagi korban kekerasan terhadap perempuan dan anak, Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DPPPA) Kabupaten Labuhanbatu menggelar pelatihan pencatatan dan pelaporan kasus, Senin (15/9/2025).
Kegiatan yang dipusatkan di Platinum Hotel Rantauprapat ini dibuka langsung oleh Kepala DPPPA Labuhanbatu, Tuti Noprida. Pelatihan akan berlangsung selama dua hari hingga Selasa (16/9), menghadirkan sejumlah narasumber, di antaranya Supriadi dari Jaringan Perlindungan Anak Indonesia (JPAI) Sumut, Kanit PPA Satreskrim Polres Labuhanbatu Ipda Palge Hasibuan, serta Kabid E-Gov Diskominfo Labuhanbatu, Awaluddin Hasibuan.
Baca Juga:
Rapat Evaluasi UCJ, Wabup Jamri Apresiasi Capaian dan Dorong Sosialisasi BPJS
Dalam sambutannya, Tuti menyampaikan salam sekaligus permohonan maaf dari Bupati Labuhanbatu, Hj. Maya Hasmita, yang berhalangan hadir karena sedang menjalankan agenda di SDN 10 Rantau Selatan.
“Pelatihan ini merupakan agenda rutin tahunan. Tujuannya memperkuat jejaring dan kapasitas SDM di berbagai lembaga agar pelayanan kepada korban kekerasan dapat lebih cepat, tepat, dan maksimal,” ujar Tuti.
Ia menegaskan, kekerasan terhadap perempuan dan anak bisa terjadi di mana saja tanpa memandang tempat. Karena itu, kolaborasi lintas lembaga sangat dibutuhkan. DPPPA sendiri telah mengembangkan program Perlindungan Anak Terpadu Berbasis Masyarakat (PATBM) di beberapa desa untuk memperluas akses layanan.
Baca Juga:
Pemkab Labuhanbatu Targetkan Peningkatan UCJ Lewat Inovasi Perlindungan Sosial
“Harapan kita bersama, Labuhanbatu bisa mencapai target zero kekerasan terhadap perempuan dan anak. Dengan begitu, visi mewujudkan Labuhanbatu cerdas, bersinar, membangun desa dan menata kota bisa terlaksana,” tambahnya.
Sementara itu, Brigpol Syafrida Dedek N yang mewakili Kanit PPA Polres Labuhanbatu memaparkan mekanisme pelaporan kasus. Menurutnya, korban atau keluarga dapat melapor terlebih dahulu kepada aparat desa setempat untuk difasilitasi konseling atau mediasi. Jika tidak tercapai kesepakatan, laporan dapat diteruskan ke kepolisian.
Ia juga menekankan pentingnya pendampingan bagi korban dari Dinas PPPA, Dinas Sosial, maupun lembaga resmi yang diakui undang-undang. “Identitas diri dan saksi yang mengetahui peristiwa menjadi syarat penting dalam proses laporan,” jelas Syafrida.